Sebaik-baiknya Penolong


Mengenal Azimat

Azimat, jimat atau tamimah yaitu benda yang disakralkan karena dianggap memiliki kekuatan supranatural yang biasa dipakai atau digantungkan pada tubuh, kendaraan, maupun rumah sebagai penangkal bahaya atau dengan maksud memudahkan suatu tujuan yang hendak dicapai. Jaman jahiliah tamimah digunakan untuk mencegah ‘ain, yaitu pandangan dari mata hasad, yang denganya dapat menjadikan seseorang celaka. Ketika Islam datang, tamimah atau jimat semacam ini dihapuskan. Akan tetapi pada masa sekarang tamimah masih sering kita jumpai bahkan digunakan lebih umum yaitu pada segala hal untuk mencegah ‘ain atau lainnya. Di sekeliling kita tamimah dapat berupa keris untuk melindungi rumah missal atau tulisan rajah yang dipasang di atas pintu masuk warung untuk melariskan dagangan dan lain sebagainya.

Sudah menjadi hal umum jika manusia itu menyukai kemudahan. Padahal di dalam kesulitan berjuang tentu ada nikmat tersendiri yang hanya dirasakan oleh mereka yang berani berjuang. Mencari kemudahan di dalam berdagang menggunakan tamimah atau jimat tentu telah mengurangi kadar nikmat itu sendiri. Bahkan sebenarnya orang yang bergantung pada jimat, ia telah merugi.

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya-lah bertawakal orang-orang berserah diri.” (QS. Az-Zumar: 38)

Azimat, jimat atau tamimah termasuk yang di maksud dalam ayat yang mulia ini. Karena orang yang memakai jimat tentu bertujuan untuk menolak mudhorot atau mendatangkan manfaat. Mungkin kebanyakan orang akan berdalih bahwa mereka memakainya hanyalah sebagai perantara saja. Tentunya alasan itu tetap tidak dibenarkan.

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad)

Berbeda halnya jika kita sakit, lalu kita minum obat. Obat ini telah terbukti secara eksperimen akan keampuhanya, berbeda dengan jimat karena tidak ada bukti yang menguatkanya. Jadi intinya dalam mengambil sebab untuk meraih manfaat atau menolak mudhorot harus memenuhi dua syarat:

Sebab tersebut terbukti secara syar’I, ditunjukkan dalam dalil atau terbukti lewat eksperimen ilmiah.

Ketergantungan hati hanya kepada Allah bukan pada sebab. Semisal orang yang mengambil sebab untuk sembuhnya penyakit dengan minum obat, maka dia harus berkeyakinan bahwa Allahnya yang menyembuhkan melalui obat yang kita minum.

Kesyirikan pada jimat itu sendiri memiliki perbedaan tergantung pada sikap orang yang meyakininya

Jika yakin bahwa jimat bisa mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot, maka ini termasuk syirik akbar. Karena yang mendatangkan manfaat dan bahaya hanyalah Allah.

Jika yakin bahwa jimat hanyalah sebagai sebab untuk penyembuh misal, maka ini termasuk syirik ashgor (kecil).

Akan tetapi walau dikatakan syirik kecil namun tetap lebih parah dari dosa besar.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa: 48)

Sebenarnya ada cara yang jauh lebih mudah dari pada kita harus bersusah payah menggunakan jimat yaitu dengan bertawakal hanya kepada Allah.

“Barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)

#Day4
#RamadhanBerkisah
#PenaJuara



Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar