Tentang Perjalanan



Jauh bukan tentang jarak. Lihatlah … pasir yang terinjak oleh kaki-kaki yang asyik melihat ombak, atau sekedar berjalan menikmati angin yang membelai lembut. Itulah pantai … tempat yang menjadi saksi jutaan manusia yang datang dari penjuru bumi. Juga tentang gunung. Tak peduli batuan terjal. Angin yang menususuk mencabik tulang. Lereng yang licin siap menjatuhkan. Apa yang membuat mereka tetap naik, bahkan dengan beban yang tak sedikit.

Satu jam perjalanan … itu sebenarnya tidaklah jauh. Di luar sana ada yang menjalani rutinitas yang lebih jauh, lebih melelahkan. Hanya saja satu jam itu cukup untuk membuatku berfikir ulang tentang penambahan rutinitas, demi menjaga ketenangan yang di rumah. Karena kasih sayang itu terkadang amat menyakitkan jika tak membersamai dengan yang disayangi. Akan tetapi pilihan itu telah ditetapkan dan konsekuensi harus siap diemban. Pernah juga tawaran itu datang pada jarak yang amat dekat, tapi spontan hati ini menolak karena dibalik jauhnya perjalanan itu ada yang mendekatkan pada kebaikan.

“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga.”

Di dalam perjalanan itu ada balasan yang dijanjikan, maka ketika pilihan itu telah ditetapkan bukan tanpa alasan. Melainkan memiliki tujuan. Tujuan yang lebih indah dari sekedar untuk rekreasi. Ketika banyak orang rela mengeluarkan harta dan tenaga demi menempuh suatu tempat rekreasi, demi akhirnya kembali pada rutinitas membawa kepingan foto dan secuil memori. Untuk kemudian menjadi bahan cerita di sela-sela hari. Alangkah indah jika cerita itu mampu membawa kita ke surga-Nya. Meluangkan waktu ke majelis ilmu itu penting adanya walau belum mampu menjadi rutinitas. Karena bahan cerita kita bukan hanya tentang keindahan dunia tapi juga keindahan surga-Nya. Demi naungan sayap-sayap malaikat juga curahan rahmat-Nya. Demi ampunan yang dipanjatkan setiap makhluk-Nya, maka perjalanan itu harus dipaksakan kita tempuh walau di dalam suatu ketetapan tujuan adakalanya ingin berpaling.

Seperti halnya suatu perjalanan ada kalanya ingin berhenti sejenak menikmati bulatan bakso ditemani teh hangat atau sekedar membeli cemilan untuk kemudian melanjutkan. Hanya saja tak sempat karena ditunut cepat. Maka bersyukur pada keterbatasan itu penting karena membuat kita fokus pada tujuan. Siapa yang manjamin, disaat pemberhentian itu hati kita tak berpaling. Sama halnya dalam perjalanan untuk menyempurnakan iman. Ketika tujuan itu telah ditetapkan, maka mencari dalam kesamaan tujuan dan mampu membersamai adalah prioritas. Walau terkadang ingin berhenti sejenak untuk sekedar berbagi canda, tapi mengingat hati ini hanya satu dan tak mau dibagi, menjadi alasan untuk tak memberi harap walau sekedar candaan. Juga menyadari keterbatasan bahwa diri ini tak semenarik Nabi Yusuf A.S pun juga tak sekaya Nabi Sulaiman A.S, adalah sebuah pertolongan karena sadar bahwa ketakwaan diri ini masih jauh di bawah standar.

Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar